KOMISI II DPR BERI TOLERANSI PERPPU PENANDAAN
25-02-2009 /
KOMISI II
Mayoritas Anggota Komisi II DPR RI beranggapan tidak perlu ada Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk Daftar Pemilihan Tetap (DPT) dan penentuan suara terbanyak dalam penentuan Caleg terpilih.
“Kecuali untuk penandaan dalam kertas suara, itu bisa saja ada Perppu, demi menyelamatkan suara pemilih. Tetapi jangan buat norma baru yang menggugurkan norma yang sudah ada,†kata Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR Ferry Mursydan Baldan dalam Raker dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu, Selasa malam (24/2) di gedung DPR RI.
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPR E.E. Mangindaan (F-PD) juga dihadiri seluruh pimpinan Komisi II yaitu Idrus Marham (F-PG), Ida Fauziah (F-KB), Eka Santosa (F-PDIP) dan Sayuti Asyathri (F-PAN).
Ferry berharap, Pemerintah dan KPU menciptakan kesan bahwa Pemilu mendatang akan berlangsung lancar dan harus dihindari bahwa Pemilu akan berlangsung rumit.
"Kami berharap, pemerintah dan pihak KPU dan seluruh jajarannya termasuk Panwaslu jangan memberi kesan ada masalah rumit sehingga terjadi kedaruratan Pemilu, karenanya butuh Perppu untuk melaksanakannya," kata Ferry.
Senada dengan Ferry, Sayuti Asyathri (Fraksi PAN) menilai untuk ketentuan calon anggota legislatif (Caleg) terpilih berdasarkan suara terbanyak, sebaiknya KPU berpegang kepada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia berpendapat, aturan berbentuk Perppu dibutuhkan bila benar-benar keadaan darurat. "Mari kita semua, terutama KPU menampilkan performa wajah yang tidak menurunkan semangat masyarakat," katanya.
Tanpa PerppuTetap jalan
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengemukakan, sesungguhnya tanpa Perppu pun Pemilu tetap jalan. Namun, katanya, kita butuh payung hukum untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan masalah akibat DPT berubah, penandaan yang bermacam-macam dan masalah-masalah lain di seputar suara terbanyak itu.
Intinya, kata Ketua KPU, tujuan Perppu hanya untuk menyelamatkan suara publik dan mengamankan Caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak.
Sementara Mendagri Mardiyanto menambahkan, pemerintah memiliki tanggung jawab institusional dalam mendukung proses krusial tahapan Pemilu saat ini. Mulai dari sosialisasi dan simulasi, distribusi logistik, monitoring kesiapan aparat dan petugas dan hal-hal lain menyangkut kemungkinan-kemungkinan baru yang terjadi di lapangan.
Selain masalah Perppu, beberapa anggota Komisi II DPR pada rapat malam itu banyak menyoroti berbagai persoalan, termasuk menyangkut bahaya pemalsuan berita acara penghitungan suara, serta matinya aliran listrik akibat program giliran pemadaman oleh PLN.
Sorotan lain yang tak kalah gencarnya disampaikan anggota Komisi II menyangkut usulan penundaan hari pelaksanaan Pemilu oleh para pimpinan agama di Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait hari Kamis Putih pada 9 April 2009 serta penetapan hari "H" Pemilu oleh Pemilu luar negeri disesuaikan dengan hari libur di negara lain.
Komitmen DPR untuk mensukseskan Pemilu 2009 terlihat dari berbagai pertanyaan kritis yang disampaikan mayoritas anggota Komisi II DPR, sehingga rapat yang direncanakan akan berakhir pukul 23.00 WIB, namun hingga pukul 23.30 WIB masih berlangsung dengan penuh semangat. (tt)